Senin, Juni 13, 2011

CATATAN UNTUK TAHUN-TAHUN BERULANG DALAM USIA KARINA




13 juni 1993
kau lahir kembali dengan darah yang dialirkan dari jantungku.

tahun itu aku membaca sebuah puisi cinta di tepi danau di malam purnama supermoon. ada nama yang tertulis di situ seperti nama yang tertulis di jantungku. kabur namun menggeliat untuk dilahirkan bersama cinta yang kurasakan namun tidak pernah aku mengerti. itu adalah saat-saat paling gelap dalam hidupku setelah aku kehilangan cinta, tuhan bahkan mimpi untuk menjadi manusia.

13 juni 1994
ada potret tanpa gambar ketika kau duduk dipangkuanku.

sebagaimana harapan memberi kita napas bagi hidup, sebuah cara untuk mengenal kembali diri dalam gelap akan menjadi sangat berarti bagi keyakinan kita pada jawaban tentang bagaimana caranya cinta akan mempertemukan kembali orang-orang yang telah terpisahkan oleh kematian. kau masih terlalu kanak-kanak untuk terus bertahan di pangkuanku. sedangkan derita telah menumpulkan sukmaku untuk mencari di mana adanya dirimu dalam pangkuanku yang kini.

13 juni 1995
dari udara yang basah kudengar hening tawamu untukku.

selama masih ada terik matahari yang membakar bumi dan bulan masih gambaran puitis tentang senyum sang ratu malam, maka tali yang menghubungkan antara kehadiranmu kembali dengan cintaku yang kembali tumbuh akan mampu mempertemukan kita saat itu juga. tapi hidup tidak seperti yang telah aku catat di tembok kamarku pagi itu. jadi tidak ada yang kemudian menjadi istimewa dari tawa gadis kecil di dalam kepalaku itu. kita masih juga manusia yang selalu gagal menangkap isyarat-isyarat dari dalam diri sendiri. namun entah kenapa saat itu aku menangis haru dengan sebuah rasa kehadiran yang begitu menusuk.

13 juni 1996
aku terus memamah usia hanya agar kau bisa mengeja namaku.

jelas dalam rangkaian kata terputus dari ucapanku yang telah mengalirkan darah di nadi usiaku masih ada banyak waktu yang harus aku lewatkan untuk menjumpai takdirku di sisimu. dan meski aku masih boleh yakin bahwa namaku akan kau sebutkan di suatu hari nanti, tapi usiaku telah terlanjur meninggalkanmu jauh di belakangku. percayalah, sejak saat itu aku telah memberontak melawan waktu yang terus menambah usiaku, meski dengan harapan seringan asap.

13 juni 1997
sebuah taman kubangun bagimu dalam letih kegagalanku.

inilah tahun yang paling menyakitkan dalam perjalananku menuju padamu. aku mengenal banyak gadis dan sering mengira itu kau. mencoba untuk mencintai mereka dengan begitu susah payah dan kemudian merasa lebih baik jika aku tidak pernah dilahirkan sebagai manusia. maka dengan tangan yang terluka oleh kegagalanku menggenggam cinta akupun mulai membangun sebuah taman bagi gadis kecilku yang entah.

13 juni 1998
kenapa langit telah membuatmu lupa bahwa kau pernah hidup denganku?

padahal aku yakin bahwa pada saat yang sama aku sedang menatap biru langit yang sama dengan yang ada jauh di atas kepalamu. aku tidak pernah bisa mengerti kenapa kedengkian dewata itu jatuh pula menimpamu. kenapa cinta yang paling suci masih juga harus dipertaruhkan di meja kenyataan kasar bahwa kau tidak terhubungkan denganku sejak awal kau menjadi kesadaran berbungkus daging?

13 juni 1999
berdua kita telah ditipu waktu tanpa ada yang tahu di mana aku dalam hidupmu dan di mana kau dalam hidupku.

seolah aku mampu melangkah di atas jalan takdirku tanpa harus mengenalmu. seolah kau akan terus tumbuh menjadi manusia tanpa harus bersamaku. dusta telah menjadi tanda baca dalam catatan cinta yang memasuki jerat waktu. dan kesejatian cinta manusia hanya akan teruji oleh kemampuannya bertahan untuk tidak dilapukkan oleh waktu.

13 juni 2000
ingatkah ketika kau melemparkan sekuntum bunga ke dalam mimpiku?

hari itu kau terbangun oleh bau bunga yang menghambur dari genggamanmu yang kosong. aku selalu berharap agar kau tidak pernah bangun pagi tanpa senyum, tapi itu tak mungkin selama kau belum mampu mengingat kembali ke dalam mimpi siapa bunga yang tumbuh dari hatimu itu telah kau berikan. dan dengan cara seperti itulah aku akan mencintai dirimu. dengan menanam kembali bunga itu dalam mimpiku, merawatnya hingga siap untuk kau petik lagi.

13 juni 2001
aku belum terlalu tua untuk harapan yang kau pinta dariku.

di usiamu yang ke delapan itu, tanpa sadar telah kau ucapkan harapanmu pada dia yang kelak datang dalam hidupmu. sebuah harapan yang begitu kuat tertanam dalam batinmu. sebuah harapan yang menjadi tugas bagiku untuk mewujudkannya bagimu. sebuah harapan yang kau ucapkan kembali padaku lewat tatapan matamu sembilan tahun kemudian saat kau menuntun aku memasuki rumah nenekmu.

13 juni 2002
tidak akan ada yang mudah dalam takdir yang harus kau jalani bersamaku.

demi seribu kali pertemuan kita dalam seribu kali kelahiran yang telah kita ulangi. demi seribu tetes air mata keperihan yang telah kita tangiskan bersama. demi seribu tali takdir yang telah mengikat kita dalam cinta. demi seribu kata cinta yang aku ucapkan padamu. bulan yang kutunjukkan padamu tidak terbit dari ujung jariku, tapi siapakah yang akan sanggup menunjukkan padamu bulan saat semua orang menawarkan padamu matahari di malam hari . . . . kecuali aku?

13 juni 2003
kau mulai belajar menghapus garis tepi kehadiranku.

perlahan tapi pasti, ketika kau mulai menjadi lebih mengerti dusta dunia dan berharap pada apa yang bisa kau saksikan hanya dengan matamu meski belum bisa kau saksikan dengan batinmu, dan ketika kau mulai merasa memahami apa yang kau butuhkan, garis tepi kehadiranku akan terasa janggal bagimu. begitu kekanak-kanakan bagi dirimu yang beranjak menjadi lebih gadis. kau mulai kehilangan keluguanmu dan belajar menilai orang lain dengan kebenaran yang kau yakini. lalu kau akan merasa tidak pernah berjumpa denganku seperti juga kau akan melupakan masa-masa yang begitu indah ketika kau merasa tenang dalam pelukanku dan mengira bahwa itu adalah bagian dari cerita tentang para malaikat pelindung bagi anak-anak yang percaya. tapi biarlah seperti itu, karena bagaimanapun juga kehadiranku akan menjadi nyata dalam hidupmu, tidak hanya sebagai sebuah garis tepi namun sebagai catatan kenyataan dalam buku hidupmu sejak kau berjumpa denganku.

13 juni 2004
bayang pada senja yang kau saksikan waktu itu adalah jejak dari langkahmu menjauhiku.

waktu itu, aku tahu kau tak tahu . . . 
tujuh tahun kemudian, aku tahu kau masih juga tak tahu . . .

13 juni 2005
kita telah sempurna terpisah saat kau mulai mengenal dirimu hanya sebagai karina dan bukan lagi karinaku.

di suatu malam yang sunyi ketika aku sekarat di hadapanmu yang menangis tak bisa berbuat apapun juga, aku sadar betapa banyak utang yang belum aku lunasi padamu atas nama cinta. pada saat itulah aku mengulang-ulang namamu . . . “karina, karina” . . . namun kau berbisik padaku dengan kepedihan yang melekat . . . “jangan pernah mengucapkan namaku jika bukan dengan cintamu” . . . maka akupun meninggalkan dunia saat itu dengan menyebut namamu sebagai ujud cintaku . . . “karinaku, karinaku” . . . dan nama itulah yang kemudian diberikan padamu yang selalu mendengar panggilanku dalam sekarat itu. dalam beberapa tahun usiamu kau hanya mengerti nama itu sebagai ujud cintaku, sebagai karinaku. dan di saat itu kita masih bersama. namun saat kau mulai mengenal dirimu hanya sebagai karina, kau telah meninggalkan diriku dan, sayangnya, juga meninggalkan cinta yang pernah kau pinta dariku.

13 juni 2006
pagi itu kau mendengar sebuah nyanyian dan gagal menangkap bahwa itu adalah jeritku memanggilmu kembali ke dalam pelukku.

seperti di masa-masa dulu saat kita masih bersama dalam suka ataupun duka. masa-masa yang telah ribuan kali kita lewati bersama dalam kehidupan sebelum ini. masa-masa yang tidak selamanya indah namun terus menerus mempertahankan dirimu di sisiku. dalam kehidupanku yang kini barulah aku sadar bahwa hanya dengan menjadikan dirimu sebagai yang tak tergantikan baru aku akan mengenal kosong sejati kehadiranmu, tempat segala cinta yang aku miliki bisa aku letakkan. dan saat itu terjadi, baru kau akan mengerti betapa lama aku telah memikul cintaku padamu dan betapa besarnya ia.

13 juni 2007
kenapa kau merasa ada yang kosong dalam pintamu saat tergambar bagimu cinta lewat garis-garis tanganku?

seperti sebuah sebuah cawan membutuhkan anggur yang akan mengisinya, begitu juga kau kosong dalam penantianmu akan cinta yang dapat mengisi hidupmu. kau tak bersalah karena telah mencarinya dalam genggaman lelaki yang lain. namun sebagai pinta kau tidak akan menemukannya kecuali dalam garis-garis tanganku, karena di situlah kau akan menemukan luka-luka yang telah kau sayat hanya agar aku tidak melupakan dirimu. belajarlah untuk berani bertanya pada dirimu, adakah lelaki yang akan mencintaimu dengan telapak tangan penuh darah oleh luka dari pisau ketidakperdulianmu pada besarnya cinta yang dia miliki untukmu, seperti aku?

13 juni 2008
kau adalah kau yang satu, unik, tak tergantikan dan sedang menjadi bintang bagi malam sunyiku.

aku adalah aktor yang megah dalam tepukan tangan seribu penonton namun dengan hati yang lebih sunyi dari malam tanpa bintang. lalu jenak demi jenak kau tumbuh dengan sinar yang indah dalam kemilau memancar. kau mungkin saja merasa tak pernah berharap menjadi yang terpenting dalam hidupku, tapi karena akupun tak pernah berharap untuk menjadi begitu membutuhkan dirimu, maka apakah kita saling berharap atau tidak, malam tetap membutuhkan bintang seperti juga bintang hanya akan terlihat saat malam. hatiku adalah malam sunyi itu dan hatimu adalah kemilau bintang itu. aku membutuhkan kemilau sinarmu untuk menghiasi malam sunyiku, dan kau membutuhkan gelap malamku untuk menjelaskan keindahan sinarmu pada dunia.

13 juni 2009
tak ada yang salah hanya karena kita terpisah dalam jarak panjang perbedaan nasib dan usia, karena dengan itulah aku akan menaklukkan takdirmu setelah kau menaklukkan cintaku.

jalan ini memang panjang tapi bukan tak bertuju. di situ ada rasa yang tak pernah aku tahu akan menjadi apa kecuali cinta. ketidakperdulianmu tidak akan pernah menjadi apa-apa. ketidaktahuanmu tidak akan bisa berbuat apa-apa. ketidakhadiranmu tidak akan mengobati apa-apa.

13 juni 2010
kau akan temukan ada banyak orang yang menyayangimu dan ada banyak lelaki yang jatuh cinta padamu, tapi tidak akan pernah kau temukan seorangpun yang memuja dirimu seperti diriku.

senada dukamu adalah kepedihan yang telah menjadi lagu nasibku. biarkan aku menangis untuk kesedihanmu dan akan kuberikan kebahagiaanku demi senyummu. tidak ada yang berlebih dari apa yang telah kuberikan untukmu jika kau tahu apa yang akan kuberikan.

13 juni 2011
aku kini telah hadir kembali dalam hidupmu dengan tanda-tanda yang mestinya kau pahami dari kedatanganku.

kenapa aku jatuh cinta padamu di tepi sebuah danau ketika malam mempersembahkan purnama supermoon yang hanya datang delapan belas tahun sekali? kenapa alam begitu kebetulan memberikan kita rasa pernah bersama dalam sebuah puisi cinta? kenapa semua itu harus begitu indah seperti cerita cinta di dalam novel? kenapa kau tidak belajar membuka hatimu dan melihat kembali kehadiranku di setiap tahun kelahiranmu?

selamat ulang tahun yang ke delapan belas, karina . . . kau telah menjadi dewasa . . .

Rabu, Juni 08, 2011

KUSEBUT NAMAMU


Karina, kusebut namamu
seperti para darwis menyeru Tuhannya.

Jika kau sadari seperti apa cintaku padamu, maka dengannya kau akan bisa membakar api dan membasahi air. Karena cintaku itu lahir dari hati yang telah menjadi puisi. Abadi seperti mimpi para nabi orang Yahudi. Di situ, di dalam cintaku itu, rindumu bisa menuliskan sendiri takdirnya sebelum perpisahan mengukirkan penyesalan dan jawaban akan mengucapkan sendiri pertanyaan sebelum keputusanmu menghapuskan kenangan.

Karina, kusebut namamu
seperti para malaikat mengaminkan doa orang suci.

Di hadapan cintaku kau akan kehilangan pilihan karena Ia tak bertanya. Cintaku seringan udara hingga menjadi napasmu. Dan sekali terhirup jantungmu, Ia akan menjadi dirimu. Pada saat itu, kau akan melihat dengan mata cintaku, mendengar dengan telinga cintaku, bicara dengan mulut cintaku, berduka dan bersuka dengan sukma cintaku. Lalu sekata demi sekata, kau akan menjadi puisi. Abadi di dalam doa para pemuja cinta.

Karina, kusebut namamu
seperti lolong serigala di malam purnama.

Cintaku padamu adalah semesta sunyi dirimu di kegelapan jalan tak bertuju. Menggigil dibalut dingin malam ketika kau kehilangan mimpimu. Ia lilin yang tak akan padam, karena tercipta dari rindu yang telah menjadi puisi. Abadi menguak derita keinginan untuk selalu bersama. Itulah kenapa cintaku membutuhkan dirimu hari ini juga. Karena esok harapan tak lagi berarti. Dikutuk penantian dengan lapuknya usia, cinta yang tertunda akan direbut langit. Di sana kau hanya tinggal nama dari kerinduan yang telah kau sia-siakan.

CERITA DEMI CINTA 01


Tuhan berkata pada seorang lelaki, “Karena kebaikanmu, Aku akan memasukkanmu ke dalam surga-Ku.”

Lelaki itu menjawab, “Suatu kali aku pernah memegang tangan seorang wanita yang kucintai. Menggenggam dan menciumnya. Beberapa saat yang indah sebelum akhirnya kami berpisah. Maka pintaku, wahai Tuhanku, berikan saja surga-Mu kepada orang lain, karena yang kini sungguh aku inginkan hanyalah memegang kembali tangan itu dan tidak melepaskannya lagi untuk selamanya.”

AYAT-AYAT KUTIPAN DARI KITAB KERINDUAN SEORANG PENGEMBARA YANG KEHILANGAN JALAN


(ayat 6353)

Pada tepi hujan kau akan menemukan semesta
yang pada pusarannya terdapat takdirku

Pada tepi semesta kau akan menemukan doa
yang pada pusarannya terdapat hidupku

Pada tepi doa kau akan menemukan kata
yang pada pusarannya terdapat rinduku

Pada tepi kata kau akan menemukan puisi
yang pada pusarannya terdapat cintaku

AYAT-AYAT KUTIPAN DARI KITAB KERINDUAN SEORANG PENGEMBARA YANG KEHILANGAN JALAN


(ayat 9015)

Kau tidak dituntun
dengan langkah yang terseok
entah lewat mimpi atau oleh wahyu
dan ketika tujuan menjadi satu
dan hanya tinggal satu
sukmamu akan mulai mereda
dan dunia hanya akan tinggal tersia

Tak ada lagi di sini dan di sana
tak ada lagi jalan dan tujuan
tak ada lagi apa-apa

Matahari bukan “dia”
dan degup jantung bukan “aku”
dalam kabut ketiadaan
jejak yang menghilang
kau bukanlah yang berdiam
tapi diam itulah kau

Padam, padamlah, Karina
karena kau semata ada padamu
dan ketika kau menangis
kau menangis bersama mata air suci
dari tanah yang dilupakan
debu-debu menjadi bisikan hati
berbau surga alam brahma
yang menempel di kegelapan cahaya

Kau tak ada di sini atau di sana
kau tak ada di mana-mana
kau tak ada
saat kau melangkah
mantap dan pasti
di dalam cintaku…

AYAT-AYAT KUTIPAN DARI KITAB KERINDUAN SEORANG PENGEMBARA YANG KEHILANGAN JALAN


(ayat 8611)

Hatimu selalu berbicara padamu tentang apa yang kau dan apa yang bukan kau. Hatimu berada di telingamu saat kau butuh suara. Tapi kau selalu menoleh pada panggilan ilusi, karena ketakutanmu pada kebenaran hening.

Dan hatimu akan berada di matamu. Mempersembahkan padamu pandanganmu sendiri. Tapi kau terus terlena ditipu oleh warna-warna. Ganti berganti rupa dalam tarian anicca.

Maka saat matahari telah menghijaukan daun-daun. Mewujudkan pagi pada titik-titik embun. Mengharumkan bunga-bunga dalam layaknya penciptaan. Kau hanya akan terkapar pasrah pada hatimu.

Mengikutinya atau tidak, Karina, bukanlah taruhannya. Karena kau tidak akan menemukan apapun di dalam panggilan hatimu, kecuali dengan cintaku; yang telah aku berikan dan tak bisa kau kembalikan.

TENTANG SEBUAH RUMAH KECIL BERWARNA KUNING YANG MASIH KOSONG DI DALAM HATIKU





Di hatiku ada sebuah rumah kecil yang kosong. Setiap hari aku mengunjunginya. Memeriksa setiap ruang dan menyapu lantai. Mengganti taplak meja dan membersihkan kaca jendela. Setelah itu, aku akan duduk menanti di beranda. Berharap hari ini Karina akan datang dan mau tinggal bersamaku di rumah berwarna kuning itu.

KENANGAN DI TIKUNGAN JALAN ITU


Setelah kutikam kenangan di tikungan jalan itu
Seribu wajahmu berdarah datang dalam mimpiku
Dan sebelum pukul empat dini hari itu
Aku tak lagi mungkin mendustai hatiku

Karina atau kupu-kupu yang lucu
Sesuatu yang datang pasti akan pulang
Tapi saat aku terbungkam ketika kau tinggalkan
Yang tersisa bagiku hanyalah bayang kepak sayapmu

Gelap itu tak lagi mampu bercerita apa-apa
Kecuali rindu berwarna hijau di bawah sorot lampu jalan
Seperti hendak menjelang desah di gerbang perpisahan
Ah, aku tak akan remuk oleh kesendirian

Karina atau sejuk sepoi angin basah
Rindu hanyalah kata hati yang terbelah
Antara kehadiranmu dan siksaan rasa bersalah
Mengucap ulang sabda batin yang tak lelah
Oleh darah sebelum meruah dosa

Setelah kutikam kenangan di tikungan jalan itu
Malam menjadi damai sebelum pagi menuangkan rahmat
Dan seperti butir embun berguling di kulit daun
Kebebasan terberikan bagiku dalam dua persimpangan:
            jalan untuk mencintaimu
            jalan untuk meninggalkanmu



Karina atau tiris hujan yang dingin
Setelah malam itu, di tikungan jalan itu
Kau tak mungkin lagi menjadi sekedar kenangan

Selasa, Juni 07, 2011

MEDITASI CINTA TERAKHIR




Aku baru akan mengenakan pakaian itu, Karina, kain celupan berwarna tanah seperti yang telah dikenakan Gotama 2600 tahun yang lalu. Aku baru akan mencukur rambutku, melangkah ke Kavilavastu dan menemukan pohon Bodhiku sendiri, saat kau datang dan merantaiku dengan senyummu.

Aku baru akan melangkah ke Timur, Karina, dipenuhi saddha akan Tiratana, menggumamkan namo tassa, berharap bebas dari roda samsara, saat kau memanggilku dari bawah cahaya matahari senja. Bagaikan utusan Mara, kau datang untuk menggoda, menelan seluruh hasratku dengan tatapanmu.

Perjalananku kini menjadi hanya seokan langkah, dalam lelah, hampir putus asa. Nyanyianmu menggema menulikan telinga, hingga tak lagi aku mampu mendengarkan sabda-sabda mulia.

Ah, Karina, barangkali aku akan kalah. Membiarkan vinana dipenuhi prasangka, menyerahkan diriku pada sankara, menciptakan kamma dalam pusaran hukum abadi Pattica Samupaddha. Jika tidak, kenapa setiap kali kita bersama, aku merasa begitu jauh dari Taman Rusa Isipatana?

Karina, Karina . . . .
Sungguh sangat berat bagiku untuk mengakui bahwa cinta lama yang kau tumbuhkan kembali di dalam hatiku hanyalah tiang-tiang lapuk kenangan dn harapan yang akan menopang dukkha di dalam kekinian kita. Betapa kita sedang menggelar meja pesta dunia untuk mengganti yang sunya dengan yang maya. Membelokkan arah langkah menjauhi Nibbana.

Betapa berat bagiku menggenggam kebenaran agung itu. Sebuah ramalan sederhana, kemampuan mata batin untuk melihat bahwa di ujung jalan yang kelak kita tempuh hanya ada jurang besar punna bhava yang akan menghempaskan kita dalam keperihan jaramarana. Hanya butuh sekejap mata, Karina, sebelum akhirnya kita terlupa.

Tapi dalam dua malam yang sunyi ketika bayanganmu meninggalkan harum bau hati, aku menemukan kembali mimpiku akan keindahan metta Sang Guru. Maka, sambil bersimpuh di kaki-Nya, aku mencoba menguraikan lagi kode-kode rahasia yang telah mempertemukan kita.

Ketaksaan pun terungkap dan kau tak lagi hanya dia yang datang memenuhi pikiran. Seorang gadis manis yang berdiri menghalang di simpang jalan antara rasa bosanku pada kefanaan dengan tujuan pada seluruh keabadiannya.

Aku telah lama berada di jalan itu, Karina. Telah cukup lama. Tapi belum terlalu lama untuk mampu memahami dalam terang vipassana bagaimana setiap lekuk senyum Sang Buddha menghadirkan dirimu kepadaku. Karena kau tak akan ada di sini jika bukan sebagai jawaban terhadap penghentian sunyiku.

Dan bagaimana jika kukatakan padamu bahwa kita pernah bersama di jalan-jalan sunyi itu berkali-kali kehidupan yang lalu? Membuat hidup ini menjadi fana yang berulang dan waktu untuk mengejar baka dalam berganti-ganti rupa serta derita.

Senyummu, Karina, adalah danau air mata seribu kali perpisahan kita dalam berulang-ulang kelahiran demi sekali perjumpaan. Cukuplah sampai di sini, karena kali ini aku ingin istirah di telapak tangan yang sama yang telah membawamu padaku di kehidupanku yang kini.

PADA NAMA, MATA dan TAWA KARINA


Sekata laku, namamu
Saat itu hari tak hendak menjadi baru
Senja meninggalkan kita dengan ragu-ragu

Kau duduk di situ seakan membatu
Dingin yang basah membuatmu beku
Dan malam tinggal termangu
Menjerat dirimu ke dalam kelu

Seketika bisu, gadisku
Hanyut aku ke dalam senyummu
Namun waktu telah berlalu
Sebelum aku mengenal dirimu

Sungguh tak akan terlupa
karena Karina bukan hanya nama
yang kuseru di kala lena

---

Sejenak lalu, matamu
Kenangan yang akan kusimpan
Tanpa membilang kapan

Meski masih juga harus
aku ulurkan tangan
Untuk meraih segaris harapan
yang kau goreskan lewat tatapan

Di batas niskala usiaku dan kekanakanmu
Pada ruang di mana waktu tak mampu berlalu
Aku tak lagi menjadi aku
dan kau hanya kau
di cawan hasratku
Lembut memagut berbalut kabut

Sungguh tak akan terlupa
karena Karina bukan hanya mata
yang kulukis di kanvas cinta

---

Senada lagu, tawamu
Erat kudekap jaketku
yang pernah membungkus tubuhmu
Hanya agar terulang kembali
kehadiranmu di dalam dadaku

Di belakangku,
tenang membentang danau hijau

Di depanku,
resah membayang raut wajahmu
cantik disaput sinar pucat bulan bulat

Setelah itu, entahlah
semuanya mengabur dalam tanya
            : mungkinkah?
Sederai tawa mengambang
di udara tipis malam yang lewat

Sungguh tak akan terlupa
karena Karina bukan hanya tawa
yang kudengar di lengang jiwa